Jumat, 26 Agustus 2011

ENGGAN MENGKHIANATI CINTA....

Oleh: Abdul Hakim El Hamidy

Konon, Bakr bin Ma’iz sedang berjalan-jalan bersama dua orang ulama, yaitu Ibnu Ma’us dan Rabi’ bin Khaitsam di tepian sungai Eufrat. Mereka berjalan melewati bengkel pandai besi. Ibnu Mas’ud ingin mengetahui bagaimana potongan besi dipandai dalam api. Rabi’ bin Khatsam pun ikut dan mencondongkan badannya hingga hendak terjatuh.
Ketika Rabi’ selesai melihat dapur api di tepi sungai Eufrat itu, di saat yang bersamaan, Ibnu Mas;ud yang melihat nyala api di depannya langsung bergumam dengan membaca ayat, “Apabila neraka itu melihat mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar kegeramannya dan suara nyalanya”  ( QS. Al-Furqan : 12 )
Ketika Ibnu Mas’ud menggumamkan ayat tersebut, Rabi’ yang mendengarnya langsung pingsan seketika. Ibnu Mas’ud pun membawanya ke rumah dan menunggu hingga zuhur. Ketika zuhur tiba, Rabi’ belum juga sadar. Ibnu Mas’ud akhirnya meninggalkan Rabi’ sendirian di rumah dan ia berangkat ke masjid untuk menunaikan shalat zuhur. Setelah shalat, ia kembali ke rumah dan berseru, “Rabi’, Rabi’, Rabi’…”, ternyata ia belum juga sadar. Sampailah waktu asyar, ternyata Rabi’ masih belum siuman juga. Dan Ibnu Mas’ud kembali meninggalkannya sendiri di rumah karena hendak menunaikan shalat asyar di masjid.
Setelah itu Ibnu Mas’ud menunggui Rabi’ hingga maghrib. Dan masih belum siuman juga hingga berlangsung sampai waktu subuh, Rabi’ masih belum siuman juga.

****
Kisah diatas menunjukkan bagaimana para ulama benar-benar menjaga rasa takutnya kepada Allah untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak diharapkan-Nya. Untuk mereka yang melanggar, Allah telah menjanjikan mereka masuk ke dalam neraka. Dalam hal ini, melanggar larangan Allah berarti mengkhianati cinta yang telah disepakati dengan-Nya. Balasan yang setimpal bagi yang mengkhianati cinta adalah putus hubungan yang menyakitkan hati dan mengantarkan penderitaanya pada kehidupan yang merana.
Neraka merupakan simbol yang paling pas untuk menggambarkan sebuah tempat yang bakal menampung kumpulan orang-orang merana kelak. Neraka digambarkan memiliki api yang menyala-nyala, dengan bahan bakar yang terbuat dari batu dan manusia yang tak bakal pernah ada habis dan matinya. Begitulah cara Allah memberi gambaran dan peringatan kepada hamba-hamba-Nya yang menjadi kekasih-Nya tercinta. Allah tak ingin kekasih-Nya terjerumus pada kehidupan yang menderita di dunia mapun di akhirat. Justru kebahagian surge yang dijanjikan-Nya.
Bagi orang-orang yang mencintai Allah begitu dalam, seperti yang ditunjukkan oleh Rabi’ dan Mas’ud, neraka adalah seburuk-buruknya tempat dan keadaan yang harus dihindari. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari pun, mereka berusaha menghindari segala sesuatu yang dapat menjerumuskannya ke neraka. Bahkan saat melihat peristiwa dan kejadian sehari-hari yang sangat remeh pun mereka memaknainya sebagai bagian dari peringatan untuk menjaga diri.
Bagi orang-orang yang berfikir jernih dan berjiwa bersih, segala peristiwa dan kejadian merupakan tanda-tanda yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas zikir dan fikir. Tak heran ketika Rabi’ dan Mas’ud melihat api di bengkel pandai besi pun, bibir mereka langsung menggumamkan ayat tentang neraka. Ucapan merupakan ekspresi dari kondisi jiwa bersangkutan yang begitu mencerna dan menghayati kejadian di depannya, serta mengimajinasikan keadaan yang kelak bakal dihadapinya. Inilah jalan fikiran dan renungan yang berbeda dengan orang awam yang memikirkan suatu peristiwa dan kejadian hanya dengan logika, bukan sebagai tanda-tanda atau firasat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar