Jumat, 26 Agustus 2011

DIBIUS CINTA PADA AZZA WA JALLA

Oleh : Abdul Hakim El Hamidy (Pengasuh Majelis Cinta Ilahi)


Suatu hari Urwah bin Zubair, anak saudara perempuan ibunda Aisyah r.a., pergi mengunjungi khalifah di Damaskus bersama anaknya yang masih kecil. Ketika sampai di Damaskus, anaknya bermain kuda, dan ia terjatuh darinya, hingga ajal menjemputnya.
Belum usai keterkejutan itu pulih, pusara putranya belum lagi kering, tiba-tiba Allah memberi ujian berat pada dirinya, yaitu salah satunya kakinya terkena penyakit. Sakit itu kian hari kian merasuk. Perkembangannya begitu cepat. Hal itu kemudian memaksa khalifah untuk mengundang semua tabib (dokter) dari seluruh penjuru. Ia meminta para dokter untuk mengerahkan semua kemampuan mereka untuk mengobati tamu terhormatnya itu.
Tapi setelah para dokter itu memeriksa penyakit Urwah, mereka semua menyepakati bahwa kaki Urwah harus diamputasi (dipotong).
Waktu pengamputasiannya pun tiba. Segala alat pemotong telah disiapkan oleh Para dokter. Ketika saatnya tiba, salah seorang dokter berkata,
“Kami akan memberimu minuman memabukkan (membius), agar kau tidak merasakan kesakitan.”
“Tidak, aku tidak akan meminta tolong dengan maksiat pada Allah untuk memotong kakiku.”
“Oke. Kalau gitu kami akan memberimu pil penenang (murqith).” Kata para dokter lagi.
“Tidak, aku tidak ingin tubuhku dipotong, sedangkan aku tidak mendapatkan pahala itu.”
“Kalau begitu, kami akan mendatangkan beberapa laki-laki untuk memegangmu.”
“Jangan, aku akan mendatangkan mereka pada kalian.”
“Bagaimana itu?”
“Biarkan aku melakukan shalat. Bila aku sudah melakukannya, menikmati kekhusyukan di hadapan Rabb-Ku, sampai seakan kalian melihat aku keluar dari dunia, maka biarkan aku sampai aku bersujud. Ketika aku sedang sujud, dan bersama Rabb-Ku, maka lakukan apa yang tampak pada kalian.”
Maka ketika Urwah sedang sujud, dokter datang, mulai memotong kaki. Namun, sungguh luar biasa, dokter tersebut tidak mendengar rintihan dari mulut Zubair kecuali ucapan, “Subhanallah wal hamdu lillahi wallahu akbar.” Saat terasa semakin sakit, ia makin mengulangi takbir, “Allahu akbar la ilaha illallah,” sampai darah banyak mengalir keluar. Lalu dokter datang dengan air mendidih dan menyiramkan padanya, sementara ia hanya mampu bertasbih dan berzikir. Ketika ia sadar, ia melihat (kakinya) sambil berkata, “Berikan padaku kakiku yang dipotong.”
Ketika mereka membawa kaki itu ke hadapan Urwah, ia berkata,
“Ya Allah, segala puji hanya milik-Mu, sesuatu dari ragaku telah mendahuluiku ke surga.”
Lalu ia melihat kakinya yang telah putus itu seraya berkata,
“Ya Allah, dulu aku punya empat anggota badan, lalu Engkau ambil dariku satu, dan Engkau tinggalkan padaku tiga anggota lain, maka bagi-Mu segala puji. Dan dulu aku punya tujuh orang anak, maka Engkau telah ambil satu dariku, dan Engkau tinggalkan enam padaku, bagi-Mu segala puji atas apa yang Engkau berikan, bagi-Mu segala puji atas apa yang Engkau ambil, dan bagi-Mu segala puji atas apa yang Engkau tinggalkan.”
****

Cinta tertinggi adalah cinta kepada Allah Azza wa Jalla. Cinta yang mampu membuat seseorang bertahan dalam kondisi yang sangat sulit. Cinta yang mampu mengubah penderitaan menjadi nikmat. Cinta yang mampu melahirkan rasa syukur dalam kondisi serba kekurangan.
Cinta tertinggi ini mengajarkan kepada kita agar mampu mempertahankan akidah di saat kondisi sesulit apapun. Dan, inilah yang dilakukan oleh seorang Urwah bin Zubair. Ia justru ingin menjemput pahala dengan penderitaan dan sakit yang dialaminya. Sungguh, sebuah cinta yang amat menakjubkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar