Jumat, 26 Agustus 2011

MENEPIS DERITA DENGAN CINTA


Oleh: Abdul Hakim El Hamidy (Pengasuh Majelis Cinta Ilahi)
Kebanyakan kita memandang siksa sebagai derita. Namun, perempuan yang satu ini justru menyikapi siksa dengan penuh ketegaran dan senyuman. Siapakah dia?
Dia hanya seorang perempuan biasa, namun imannya luar biasa. Dia hanya seorang tukang sisir. Ya, hanya seorang tukang sisir seorang penguasa zalim bernama Fir’aun. Perempuan ini tidak lain adalah Masyitah.
Masyitah adalah seorang perempuan taat. Namun, tidak banyak orang tahu tentang ketaatannya beribadah kepada Allah SWT. Hanya seorang saja yang tahu, Asiyah. Ya, Asiyah, istri sang penguasa. Berbalik 180 derajat, suami seorang yang otoriter dan sombong, sedangkan Asiyah seorang yang tawadhu dan taat kepada Allah SWT. Namun, sepandai-pandai orang menyembunyikan sesuatu, suatu saat akan diketahui juga. Dan inilah yang terjadi pada Masyitah, si tukang sisir itu.
Suatu hari, seperti biasa Masyitah melakukan tugasnya menyisiri rambut putri-putri Fir’aun. Tidak seperti biasanya, hari itu, Masyitah agak sedikit gugup – seolah dia menerima firasat buruk. Tanpa sengaja, tiba-tiba sisir yang dipegang terjatuh dan meluncur dari mulutnya, “Maha Suci Allah!”
Bagai disambar petir telinga putri Fir’aun mendengar ucapan juru sisirnya yang bertentangan dengan keyakinannya.
“Apa yang kau sebut itu, Bibi? Kau berani menyebut Tuhan selain Fir’aun? Kau segera akan menemui kematianmu!” hardik putri Fir’aun itu.
Putri Fir’aun beranjak dari duduknya dan mengadukan hal itu kepada ayahnya. Masyitah terpekur memikirkan nasib yang akan menimpanya. Dan, betul saja, tiba-tiba seorang pengawal istana memerintahkannya untuk menghadap Fir’aun. Masyitah pasrah dan dikuatkan hatinya untuk menghadapi siksa yang akan ia terima dari sang penguasa.
“Apa yang kau sebut tadi, Masyitah?” Hardik Fir’aun.
Sejenak, perempuan salehah itu terbungkam. Kemudian, seorang pengawal maju dan menghempaskan pecutnya ke tubuh Masyitah.
“Jawab! Apa yang kau sebut tadi?!” Bentak Fir’aun lagi.
“Hamba menyebut Mahasuci Allah,” Jawab Masyitah yang tiba-tiba dianugerahi keberanian. Dia tidak lagi tunduk walaupun cemeti berkali-kali mendera tubuhnya.
“Berani benar kau menentangku, hah! Akulah tuhanmu. Tuhan rakyat Mesir. Akulah yang menentukan hidup dan matimu. Akulah tuhan tertinggi di seluruh jagad ini. Kau masih berani menyebut Tuhanmu itu?”
“Mahasuci Allah, tiada sesembahan lain kecuali Dia. Allah-lah yang menciptakan langit, bumi, dan segala isinya. Allah yang menentukan rezki bagi hamba-hamba-Nya. Tiada sesuatu yang sempurna, kecuali Allah,” kata Masyitah kemudian dengan tegas.
Berbarengan dengan ucapan itu, dua orang pengawal menyeretnya ke tempat penyiksaan. Sebuah kuali besi raksasa sedang terjerang di atas api yang menjilat-jilat. Dalam kuali itu terisi minyak yang mendidih. Algojo yang membawanya menunjuk ke arah beberapa orang yang tengah diborgol dengan belenggu besi.
“Kau kenal siapa orang-orang itu?”
Masyitah melihat dua anaknya dalam genggaman para pengawal itu. Dia hampir tak percaya bahwa kedua anak yang masih kecil-kecil itu pun akan menerima siksaan seperti dia. Algojo bertanya lagi,
“Masikah kau mengingkari tuhan Fir’aun, hai budak?!”
“Tuhanku adalah Allah yang Maha Esa, Allahu Ahad, Ahad!”
Mendengar ketegasan si tukang sisir itu algojo semakin geram. Tanpa berbasa-basi ia langsung melemparkan kedua anak Masyitah ke dalam kuali yang berisi minyak mendidih. Kedua anak itu menjerit dan menjerit sampai lenyap ditelan kobaran api.
Dinding hati Masyitah bagai digedor. Jeritan sang anak adalah jeritan hatinya. Air matanya meleleh deras bagai bajir bandang. Namun, ia tidak berlarut-larut. Ia segera hapus air matanya. Keimanannya telah membangkitkan jiwanya.
“Sebut Fir’aun adalah Tuhanmu!” Ancam algojo.
Rabbiyallah! Hanya Allah Tuhanku. Allah yang menentukan hidup matiku.”
“Masih tegakah kau melihat anak bayimu dalam panggangan api itu?”
“Api tidak mematikan, kecuali jika ajal memanggil. Allah-lah yang menghidupkan dan Allah pula yang mematikan, kemudian Allah pula yang menghidupkan kembali.”
Tiba-tiba Masyitah menyaksikan anak bayinya itu dilemparkan ke dalam kobaran api. Sejenak, dia memejamkan matanya, tapi kemudian dengan lantangnya dia berseru, “Wahai anak-anakku…, kalian adalah syuhada pengisi surga. Tunggulah ibumu. Aku akan menyusul kalian!”
Lalu, kepada algojo, Masyitah berseru, “Wahai, Budak Kekuasaan, kalian adalah setan-setan bermuka manusia. Sampaikan pesan terakhirku kepada rajamu, manusia yang kalian anggap Tuhan bahwa sudah kehendak Allah tidak lama lagi negeri ini akan musnah. Fir’aun dan pengikutnya akan ditelan Laut Merah. Camkanlah bahwa tiada kekuasaan, melainkan kekuasaan Allah. Kini, aku siap menghadapi kematian. Lemparkan diriku ke dalam belanga berapi itu!”
Dua orang algojo suruhan penguasa sombong semakin geram. Mereka mendekati Masyitah dan langsung menarik tubuhnya, kemudian melemparkannya ke dalam kobaran api pembakaran itu. Wajah Masyitah menyunggikan senyuman. Sungguh, ia telah melihat gerbang surga terbuka untuknya.

Khutbah Idul Fitri 1432 H



DARI RUMPUT YANG HIJAU KE SAMPAH YANG HITAM
DARI SAMPAH YANG HITAM KE RUMPUT YANG HIJAU
Oleh: Abdul Hakim El Hamidy



اَللهُ أَكْبَرُ 9
اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْـحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصيْلاً، لاَ الَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ، أَللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدٌ.
أَلْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ جَعَلَ الْيَوْمَ عِيْدًا لِعَبَادِ الْمُؤْمِنِيْنَ وَخَتَمَ بِهِ شَهْرَ الصِّيَامِ لِلْمُخْلِصِيْنَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدِ الْمُصْطَفَى الْمُخْتَارِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِيْنِ.
أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُوْنَ الْعَابِدُوْنَ أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى الله فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ. وَالَّذِيْ أَخْرَجَ الْمَرْعَى. "فَجَعَلَهُ غُثَاءً أَحْوَى." صدق الله العظيم.
Marilah kita sambut hari yang mulia ini dengan Takbir, Tahmid, dan Tahlil, kita syi’arkan keagungannya dan kita syukuri rahmat Ilahi. Pada hari ini umat Islam di seluruh penjuru dunia ini tengah mengumandangkan Takbir, Tahmid dan Tahlil itu, mengagungkan asma Allah SWT. Gema gemuruh suara hamba-Nya yang beriman ini suatu pertanda betapa kerdilnya mereka berhadapan dengan kebesaran Allah. Suara itu selalu akan berulang dan takkan pernah usang. Tahun yang lalu itu juga, tahun sekarang, dan tahun yang akan datang, bahkan sejuta atau sampai hari kiamat datang tetap akan berkumandang dan bergema di jagat raya ini.
Kalimat Takbir telah menyentuh setiap kalbu, lalu terlontarlah sebuah kesaksian, tiada yang agung kecuali Allah, tiada yang patut disembah kecuali Dia yang Maha Pemurah, tiada tempat memohonkan pertolongan dan ampunan kecuali kepada-Nya yang Maha Pengampun, biar pujian itu membumbung tinggi menembus ketinggian Arasy yang maha suci.
Pernyataan Tahlil, bagaikan derap langkah yang tak pernah henti, gemanya yang penuh hidmat akan menyirnakan segala yang kotor, membersihkan segala noda dan mengikis segala kemusyrikan dalam segala hati yang berkeinsyafan. Bahkan kesenangan dunia takkan bertahan lama, bahwa matahari yang bersinar suatu saat akan redup tenggelam, ditelan oleh larutnya malam, tidak ada yang kekal dan abadi kecuali hanya Allah, Sang Pencipta yang wajib disembah.
Pujian Tahmid (Alhamdulillah) dalam seruan yang bertubi mengingatkan manusia kepada karunia Allah yang tertinggi. Bukankah kita telah dapat merasakan lezatnya nikmat dan karunia Allah itu. Bukankah rahmatnya turun silih berganti. Bukankah pertolongannya sudah sering kita terima, namun kita harus sadar tak ada yang kekal dan abadi, setiap yang datang disusul pula dengan yang pergi, semua akan punah kecuali Allah.
Selanjutnya, setelah kalimat pujian, pengagungan, dan pengesaan, marilah kita ucapkan salawat dan salam kepada junjunan kita, Nabi Besar Muhammad SAW., sang revolusioner, pendobrak kebatilan, penegak keadilan.
Saudaraku, pagi ini kita shalat Idul Fitri lagi. Sudah kita tinggalkan bulan Ramadhan, bulan yang penuh dengan berkah. Tadi malam, kita menyambut bulan sabit Syawwal dan mengucapkan selamat tinggal kepada Ramadhan yang mulia. Kita gemakan takbir sebagai ungkapan syukur pada Yang Mahakasih dan Mahasayang. Kita berdoa semoga bulan baru membawa keimanan dan keamanan, kebaikan dan kenikmatan, keislamanan dan keselamatan.

Kita sampaikan salam perpisahan dengan iringan doa dan air mata:
Wahai bulan Allah yang agung. Wahai hari raya kekasih Tuhan. Assalamu’alaika, wahai waktu-waktu yang menyertai kami dengan penuh kemuliaan. Wahai bulan yang ketika harapan didekatkan dan amal dihamparkan. Salam bagimu wahai Ramadhan, sahabat yang membawa kebahagiaan dan pergi meninggalkan kepedihan. Salam bagimu wahai kawan, yang membuat hati menjadi lembut dan dosa berguguran. Salam bagimu wahai bulan penolong yang membantu kami melawan setan dan memudahkan kami menapaki jalan kebaikan. Salam bagimu wahai Ramadhan. Betapa panjangnya engkau bagi pendurhaka. Betapa mulianya engkau bagi hati orang-orang yang percaya. Salam bagimu wahai Ramadhan, engkau datang kepada kami membawa keberkahan dan membersihkan kami dari kesalahan. Salam bagimu wahai Ramadhan, karenamu betapa banyaknya kejelekan telah dipalingkan dari kami. Karenamu betapa banyaknya kebaikan telah dilimpahkan kepada kami.

Saudaraku tercinta, telah kita tinggalkan bulan Ramadhan, bulan pensucian Ruhani. Mulai hari ini kita semua memikul beban berat untuk mempertahankan kesucian ini. Selama sebulan, Allah menyaksikan kita bangun di waktu dini hari dan mendengarkan suara istigfar kita. Alangkah malangnya bila setelah hari ini Allah melihat kita tidur lelap bahkan melewati waktu subuh seperti bangkai tak bergerak. Selama sebulan bibir kita bergetar dengan doa, zikir, dan kalimat suci Al-Quran. Celakalah kita bila kita gunakan bibir yang sama untuk menggunjing, memfitnah, dan mencaci maki kaum mukmin.
Selama sebulan penuh, kita melaparkan perut dari makanan dan minuman yang halal di siang hari. Relakah kita sekarang memenuhi perut kita dengan makanan dan minuman yang haram? Setelah hari ini kita akan diuji, apakah kita termasuk orang yang mensucikan diri, berzikir, dan salat atau tetap mencintai dan mandahulukan dunia. Apakah kita termasuk orang yang disebut Al-Quran tazakka wa dzakarasma rabbihi fashalla (QS. Al-A’la: 14-15) atau termasuk orang yang tu’tsirunal hayatad dunya (QS.Al-A’la: 16).
Setelah hari ini apakah kita masih men-Tuhankan Allah, menyebut Asma-Nya, ataukah mentuhankan harta, uang, jabatan, pangkat, dan kedudukan. Relakah kita menghambakan diri kepada sesuatu yang sementara dan semu, padahal walal akhiratu khairun wa abqa?
Nabi Muhammad Saw. selalu membaca surat Al-A’la pada shalat ‘Idnya. Begitu pula Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah. Sehingga, ada orang munafik yang menuduh Ali bin  Abi Thalib tidak pandai membaca Al-Quran. Ali k.w. berkata, “Seandainya orang tahu apa yang terdapat pada surat Al-A’la, ia akan membacanya dua puluh kali sehari.” Apa yang terdapat dalam surat Al-A’la? Mengapa orang dianjurkan membacanya? Mengapa para khatib dan imam membaca surat Al-A’la dalam salat ‘Id?
Salat ‘Id adalah salat yang memisahkan kita antara Ramadhan dan sesudah Ramadhan, antara hari-hari latihan kesucian dan mempertahankannya. Marilah kita baca dan perhatikan kembali surat Al-A’la.
سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الاَعْلَى
"Sucikan nama Tuhanmu Yang Mahatinggi".

Sucikan nama Tuhanmu dengan zikir, doa, istigfar, salat, dan amal saleh. Sucikan Dia dengan mensucikan dirimu, seperti yang dilakukan pada bulan Ramadhan.
“Dia-lah Allah, Yang Menciptakan dan Menyempurnakan, Yang Menetapkan ketentuan dan Memberi petunjuk.” Inilah salah satu sifat Allah. Ia Menciptakan siapa saja yang dikehendakinya dan menuntunnya ke arah kesempurnaan. Ia menetapkan ketentuan dan memberikan petunjuk. Hanya orang yang mengikuti ketentuan dan petunjuk-Nya, yang bergerak menuju kesempurnaan.

وَالَّذِيْ أَخْرَجَ الْمَرْعَى. فَجَعَلَهُ غُثَاءً أَحْوَى

“Dan Allah-lah yang menggelarkan rerumputan hijau, lalu menjadikannya sampah yang hitam. “

Inilah sifat Allah yang kedua: menurunkan makhluk-Nya yang melanggar ketentuan-Nya, dari kedudukan yang mulia ke lembah yang rendah, dari kemanusiaan kepada kebinatangan, dari rerumputan yang hijau menjadi sampah yang hitam, dari al-mar’a menjadi gutsaan ahwa.

Pada hari ini kita telah mensucikan Tuhan Yang Mahatinggi. Kita telah gumamkan takbir. Setelah sebulan lamanya kita berusaha mendekatkan diri kepada Allah, setelah kita mengurangi makan dan tidur untuk menaati ketentuan dan petunjuk-Nya, kita akan diuji sampai Ramadhan yang akan datang. Apakah kita termasuk hamba-hamba Allah yang setia mengikuti ketentuan dan petunjuk-Nya sehingga sedikit demi sedikit kita naik ke maqam yang lebih tinggi, setapak demi setapak kita mendekati Allah Yang Mahamulia; ataukah ruhani kita yang indah tumbuh subur di bulan Ramadhan yang dilukiskan seperti al-Mar’a, rerumputan yang hijau, akan berubah menjadi gutsaan ahwa.
Kita pantas cemas memikirkan hari-hari seudah hari ini. Kita patut berhati-hati menjaga diri setelah bulan pensucian berlalu. Rasulullah Saw. sering merintih memohon ampunan, padahal ia adalah manusia yang disucikan, insan yang sudah mencapai kesempurnaan. Ia pernah berdoa. Ummu Salamah pernah terbangun di pertengahan malam dan melihat Rasulullah Saw. tidak ada. Kemudian di sudut rumah, ia mendengar Rasulullah menangis terisak-isak dan berkata, “Ya Allah, jangan tinggalkan aku sendirian sekejap mata pun.” Aisyah r.a. pernah menyaksikan Nabi Muhammad Saw. tidak henti-hentinya menangis pada salat malamnya hingga janggutnya basah dengan air matanya. Ketika sahabat bertanya mengapa, Nabi Saw. menjawab, “Bukankah aku belum menjadi hamba yang bersyukur.”
Kepada Nabi yang suci, Allah telah memberikan jaminan. Allah akan menjaganya, sehingga tidak akan lupa. Inilah jaminan Allah kepadanya.


سَنُقْرِئُكَ فَلاَتَنْسَى. إِلاَّ مَاشَاَءَ اللهُ إِنَّهُ يَعْلَمُ الْجَهْرَ وَمَايَخْفَى. وَنُيَسِّرُكَ لِلْيُسْرَى. فَذَكِّرْ إِنْ نَفَعَتِ الذِّكْرَى

Akan Kami bacakan kepada kamu dan kamu tidak akan lupa kecuali yang dikehendaki Allah. Sungguh, Dia mengetahui yang terbuka dan yang tersembunyi. Dan Kami memudahkan kamu ke jalan kebaikan. Maka berilah peringatan. Sungguh peringatan itu sangat bermanfaat.

Nabi Saw. disuruh memperingatkan kita. Bukankah Rasulullah mengatakan, ada dua macam orang yang melakukan puasa: yang mendapatkan ampunan Tuhan; dan yang mendapatkan lapar dan dahaga saja. Rubba shaimin laisa min shiyamihi illal ju’u wal athos ‘alangkah sedikitnya orang yang puasa dan alangkah banyaknya orang yang hanya lapar saja.” Apakah kita termasuk termasuk orang yang puasa, atau orang yang hanya melaparkan perut saja? Jawabannya dibuktikan dengan perilaku kita sesudah hari ini. Bila kita sangat hati-hati menjaga anggota badan kita dari kemaksiatan, bila kita tetap rukuk dan sujud di ujung malam ketika banyak orang tertidur pulas, bila kita sangat peka melihat penderitaan kaum fuqara’ dan masakin, insya Allah, kita termasuk orang yang puasa. Namun, bila hati kita masih mengumbar kata cacian dan makian, bila perut kita masih dipadati yang haram dan syubhat, bila tangan-tangan kita masih juga bergelimang dengan kezaliman dan perampokan, kita hanyalah al-jawa’, orang yang melaparkan diri saja; tidak lebih dari itu. Al-Quran menyebut kita al-asyqa.

سَيَذَّكَرَ مَنْ يَخْشَى. وَيَتَجَنَّبُهَا الأَشْقَى. الَّذِيْ يَصْلَى النَّارَ الْكُبْرَى. ثُمَّ لاَيَمُوْتُ فِيْهَا وَلاَيَحْيَى. قَدْ أَفْلَحَ مَنْ تَزَكَّى. وَذَكَرَ اسْمَ رَبِّهِ فَصَلَّى. بَلْ تُؤْثِرُوْنَ الْحَيَوة الدُّنْيَا. وَالآخِرَةُ خَيْرٌ وَأَبْقَى. إِنَّ هَذَا لَفِى الصُّحُفِ الأَوْلَى صُحُفِ إِبْرَاهِيْمَ وَمُوْسَى.

Orang-orang yang takut (kepada Allah) akan mengambil pelajaran, orang-orang yang celaka akan menjauhinya. Yang terlempar pada neraka Al-Kubra lalu dia tidak mati dan tidak juga hidup. Berbahagialah orang-orang yang mensucikan dirinya, mengingat nama Tuhannya, dan melakukan salat. Tapi kalian lebih memilih menyukai kehidupan dunia, padahal akhirat lebih baik dan lebih kekal. Sungguh semua ini ada pada Suhuf Ibrahim dan Musa.” (QS. Al-A’la: 11-19).

Pada pagi Idul Fitri ini, marilah kita kuatkan tekad untuk kembali kepada fitrah keberagamaan kita. Kita lestarikan hasil-hasil Ramadhan yang baru lalu. Tetapkanlah, berazamlah untuk menjaga dan mempertahankan kesucian atau fitrah kemanusiaan dan keberagamaan kita. Sebab, andaikata kita sudah mencampakkan fitrah keberagamaan dan menanggalkan kemanusiaan kita, maka kita akan menjadi binatang yang berwujud manusia, bahkan perilaku kita lebih sesat dari binatang. Naudzubillah !

Saudaraku, kerusakan bangsa dan negara kita, musibah plus peringatan, bahkan barangkali azab yang datang bertubi-tubi akibat kelalaian dan keberpalingan kita kepada Allah disebabkan fitrah telah dinodai. Kebutaan mata batin akan keagungan Allah akan membuat kita dibutakan Allah di Yaumul Qiyamah kelak. Camkan dan renungkan firman Allah dalam surat Thaha ayat 124-27:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِيْ فَإِنَّ لَهُ مَعِيْشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى. قَالَ رَبِّ لِمَ حَشَرْتَنِيْ أَعْمَى وَقَدْ كُنْتُ بَصِيْرًا. قَالَ كَذَلِكَ أَتَتْكَ آيَاتُنَا فَنَسِيْتَهَا وَكَذَلِكَ الْيَوْمَ تُنْسَى
Dan barangsiapa yang berpaling dari Peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya kehidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah ia, “Ya Tuhan-ku, mengapa Engkau Menghimpunkan aku dalam keadaan buta, padahal aku dahulunya adalah seorang yang melihat?” Allah befirman, “Demikianlah, telah datang kepadamu Ayat-ayat kami, maka kamu melupakannya, dan begitu (pula) pada hari ini pun kamu dilupakan.”

Allah peringatkan agar kamu beristigfar, tetapi kamu tidak mau beristigfar.
Allah peringatkan kita saling meminta maaf, tapi tidak mau meminta maaf dan memaafkan.
Allah peringatkan kamu, wahai seorang anak agar jangan durhaka kepada kedua ibu bapak malah kamu mendurhakai keduanya.
Allah peringatkan kamu supaya kamu menjaga lisan, tapi kamu umbar fitnah dan gunjing.
Allah peringatkan kamu, wahai pemimpin agar jangan menindas rakyat, tapi kamu malah menzalimi dan menyengsarakan mereka.
Allah peringatkan kamu agar menjauhi perbuatan zina, kamu malah jadikan zina sebagai profesi harian.
Kamu telah lupa, maka Allah pun lupakan kamu.
Duhai, kepada siapa lagi kita mengadu dan minta tolong serta minta ampun kalau bukan kepada Allah.
Akhirnya, marilah kita menghadap Rabbul ‘Alamin dengan khusyuk dan khidmat. Mari kita sampaikan pengakuan dan kelemahan diri kita di hadapan Allah SWT,


DOA PENUTUP

Allahuma shalli wa sallim wa barik’ala Muhammad, wa’ala alihi wa ashbaihi ajmain.
Ya Allah, wahai Dzat Yang Maha Mendengar, tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau.
Wahai Rabb Yang Maha Menyaksikan. Engkau saksikan kami pada hari ini berkumpul di hadapan-Mu, sebagaimana kami akan berkumpul di hari kiamat nanti.
Ya Allah, inilah kami, hamba-hamba-Mu yang hina berlumur nista, kini tengah menengadahkan tangan menghiba kepada-Mu. Sehina apapun diri kami, kami adalah makhluk ciptaan-Mu. Kami memohon di hari di hari yang penuh kemuliaan ini, ampunilah seluruh dosa-dosa kami.
Rabbana zhalamna anfusana wa illam tagfir lana wa tarhamna lanakunanna minal khasirin. (Wahai Rabb kami, sungguh kami telah zalim kepada diri kami sendiri. Jika Engkau tidak mengampuni kami, tentulah kami akan menjadi orang-orang yang merugi).
Ya Allah ampuni sebusuk apapun masa lalu kami. Ampuni sehina apapun aib-aib kami.
Duhai Allah Yang Maha Mendengar, ampuni orang tua kami. Ampuni segala kezaliman kami kepada ibu-bapak kami. Andaikata kedurhakaan kami menjadi penggelap kehidupan mereka, maka jadikanlah kami saat ini menjadi anak-anak yang saleh dan salehah yang dapat menjadi cahaya bagi kehidupan orangtua kami, di dunia dan di akhirat.
Allahummaghfirlana wali walidaina warhamhuma kama rabbayana sighara. (Ya Allah, ampunilah kami dan kedua orang tua kami, serta kasihilah mereka seperti mereka telah mengasihi kami di waktu kecil).
Ya Allah, selamatkanlah orang tua kami yang berlumur dosa. Islamkan yang belum Islam. Beri hidayah bagi yang masih tersesat. Pertemukan bagi yang belum pernah berjumpa ibu-bapaknya ya Allah.
Lapangkan  kuburnya bagi yang ada di alam kubur. Cahayai kuburnya dan ringankan hisabnya. Jadikan mereka ahli surga-Mu, ya Allah. Tolonglah ya Allah, darah dagingnya melekat pada tubuh kami ini, air matanya, keringatnya. Golongkan kami menjadi anak yang tahu balas budi.
Ya Allah, selamatkan seluruh anggota keluarga kami. Jangan biarkan keluarga kami menjadi sumber bencana. Beri hidayah bagi yang belum mengenal-Mu. Jangan biarkan keluarga kami cerai berai, hina di dunia, hina di akhirat.
Ya Rabb, selamatkanlah guru-guru kami, para ulama yang telah mewakafkan hidupnya di jalan-Mu. Selamatkan orang-orang yang mendoakan kami, secara terang-terangan maupun tersembunyi.
Ya Allah, selamatkan orang-orang yang pernah kami zalimi, juga siapapun yang pernah kami sakiti. Selamatkan kaum muslimin yang pernah menzalimi kami. Ya Allah, jadikan kami menjadi pemaaf yang tulus. Ampuni kezaliman kami terhadap diri kami sendiri. Ampuni segala kemaksiatan yang pernah kami lakukan. Bersihkan, bersihkan, dan bersihkan diri kami dari lumuran dosa-dosa ya Allah, ya Karim, ya Ghafur.
Duhai Tuhan yang Maha Pengampun, ampuni tetangga-tetangga kami, sahabat-sahabat kami. Ampuni para pemimpin atas dosa-dosanya. Jangan biarkan bangsa kami dipimpin oleh orang yang tidak mengenal-Mu, yang tega berkhianat kepada-Mu. Jadikan bangsa kami dipimpin oleh orang-orang yang saleh, yang amat mencintai-Mu, mencintai agama-Mu, juga mencintai hidup lurus di atas jalan-Mu.
Ya Allah yang Maha Mendengar, berkahilah hari ini dan hari-hari selanjutnya. Demi keagungan-Mu ya Allah, demi segala janji-janji-Mu yang tiada mungkin Engkau ingkari, ijabah-lah siapapun yang bermunajat saat ini, ya Allah. Amin, amin, amin, ya Hayyu ya Qayyum birahmatika nastain ya arhamar rahimin. Amin ya Allah. Amin ya Allah. La ilaha illa Anta subhanaka inna kunna minaz zhalimin. Ya Hayyu ya Qayyum, ya Hannan ya Mannan, ya Badius samawati wal ardhi, ya Dzal jalali wal ikram.
Ya Allah, berikan kelapangan bagi yang dihimpit kesusahan. Ya Allah, berikan jalan keluar bagi yang dihimpit kesulitan. Beri kecukupan bagi yang selalu kekurangan. Ya Allah, bayarkan bagi mereka yang hidupnya dililit hutang. Jangan biarkan kami mati dalam keadaan berhutang. Tolonglah kami, kasihilah kami ya Rahman.
Ya Allah, angkat derajat mereka yang selalu dihina dan direndahkan. Lindungi kaum muslimin dan muslimat yang terancam dan teraniaya. Ya Allah, tolonglah para pejuang di jalan-Mu. Dimanapun mereka berada, tolonglah para mujahidin dan mujahidah yang siang malam berjuang memuliakan agama-Mu. Tolonglah mereka, jauhkan mereka dari bala bencana. Tuangkan atas mereka kekuatan dan kesabaran.
Ya Allah, jadikan umur yang tersisa ini menjadi seindah-indah umur. Jadikan siapapun yang bermunajat ini menjadi ahli shalat yang khusyuk, ahli tahajjud, ahli puasa. Jangan biarkan kami jauh dari Al-Quran. Jadikan kami di umur yang masih tersisa ini menjadi ahli sedekah yang tulus, ahli amal yang istiqamah.
Allahumma inna nas’aluka imanan kamilan wa yaqinan shadiqan wa qalban khasyi’an wa lisanan dzakiran. Allahumma inna nas’aluka taubatan qablal maut, wa rahmatan ‘indal maut wa maghfiratan ba’dal maut. Allahumma inna nas’aluka husnul khatimah wa na’udzubika min su’il khatimah. (Ya Allah, kami meminta kepada-Mu iman yang sempurna, keyakinan yang benar, hati yang khusyuk, dan lisan yang senantiasa berzikir. Ya Allah, kami meminta kepada-Mu taubat sebelum mati, rahmat ketika mati, dan ampunan sesudah mati. Ya Allah, jadikan ajal yang menjemput nyawa kami husnul khatimah. Kami berlindung kepada-Mu dari Su’ul Khatimah).
Ya Allah, kami memohon dan menghiba kepada-Mu. Selamatkanlah negeri kami. Bebaskan kami dari himpitan kesulitan-kesulitan. Lindungi kami dari bencana dalam perkara harta, darah, dan kehormatan. Cukupi rezki kami dan jangan biarkan kami terjerumus dalam kehinaan karena tidak kuasa menahan beratnya kesulitan. Ya Allah, selamatkan kami dari segala bencana di darat dan di laut.
Ya Allah, bebaskan kami dari krisis dan berikan kepada kami negeri yang aman, makmur dan berada di bawah naungan ampunan-Mu.
Allahummaghfir lil mukminina wal mukminat wal muslimina wal muslimat, alahya’I minhum wal amwat, innaka sami’un qaribun mujibud da’awat, ya qadhiyal hajat.
Ya Allah, muliakan agama-Mu ini. Jadikan Islam menjadi jalan keluar bagi bangsa kami. Jadikan para ulamanya bersatu, yaitu para ulama yang menjadi suri tauladan bagi umat Rasul-Mu ini. Ya Allah lindungi umat Islam dari perpecahan, lindungi mereka dari kehinaan.
Ya Allah berkahilah hari ini, berkahi pula bagi siapapun yang bermunajat menghiba kepada-Mu.
RABBANA ATINA FIDDUNYA HASANAH WAFIL AKHIRATI HASANAH WAQINA ADZABANNAR.
Subhana rabbika rabbil ‘izzarti ‘amma yashifun wasalamun ‘alal mursalin walhamdulillahi rabbil ‘alamin

ENGGAN MENGKHIANATI CINTA....

Oleh: Abdul Hakim El Hamidy

Konon, Bakr bin Ma’iz sedang berjalan-jalan bersama dua orang ulama, yaitu Ibnu Ma’us dan Rabi’ bin Khaitsam di tepian sungai Eufrat. Mereka berjalan melewati bengkel pandai besi. Ibnu Mas’ud ingin mengetahui bagaimana potongan besi dipandai dalam api. Rabi’ bin Khatsam pun ikut dan mencondongkan badannya hingga hendak terjatuh.
Ketika Rabi’ selesai melihat dapur api di tepi sungai Eufrat itu, di saat yang bersamaan, Ibnu Mas;ud yang melihat nyala api di depannya langsung bergumam dengan membaca ayat, “Apabila neraka itu melihat mereka dari tempat yang jauh, mereka mendengar kegeramannya dan suara nyalanya”  ( QS. Al-Furqan : 12 )
Ketika Ibnu Mas’ud menggumamkan ayat tersebut, Rabi’ yang mendengarnya langsung pingsan seketika. Ibnu Mas’ud pun membawanya ke rumah dan menunggu hingga zuhur. Ketika zuhur tiba, Rabi’ belum juga sadar. Ibnu Mas’ud akhirnya meninggalkan Rabi’ sendirian di rumah dan ia berangkat ke masjid untuk menunaikan shalat zuhur. Setelah shalat, ia kembali ke rumah dan berseru, “Rabi’, Rabi’, Rabi’…”, ternyata ia belum juga sadar. Sampailah waktu asyar, ternyata Rabi’ masih belum siuman juga. Dan Ibnu Mas’ud kembali meninggalkannya sendiri di rumah karena hendak menunaikan shalat asyar di masjid.
Setelah itu Ibnu Mas’ud menunggui Rabi’ hingga maghrib. Dan masih belum siuman juga hingga berlangsung sampai waktu subuh, Rabi’ masih belum siuman juga.

****
Kisah diatas menunjukkan bagaimana para ulama benar-benar menjaga rasa takutnya kepada Allah untuk tidak melakukan hal-hal yang tidak diharapkan-Nya. Untuk mereka yang melanggar, Allah telah menjanjikan mereka masuk ke dalam neraka. Dalam hal ini, melanggar larangan Allah berarti mengkhianati cinta yang telah disepakati dengan-Nya. Balasan yang setimpal bagi yang mengkhianati cinta adalah putus hubungan yang menyakitkan hati dan mengantarkan penderitaanya pada kehidupan yang merana.
Neraka merupakan simbol yang paling pas untuk menggambarkan sebuah tempat yang bakal menampung kumpulan orang-orang merana kelak. Neraka digambarkan memiliki api yang menyala-nyala, dengan bahan bakar yang terbuat dari batu dan manusia yang tak bakal pernah ada habis dan matinya. Begitulah cara Allah memberi gambaran dan peringatan kepada hamba-hamba-Nya yang menjadi kekasih-Nya tercinta. Allah tak ingin kekasih-Nya terjerumus pada kehidupan yang menderita di dunia mapun di akhirat. Justru kebahagian surge yang dijanjikan-Nya.
Bagi orang-orang yang mencintai Allah begitu dalam, seperti yang ditunjukkan oleh Rabi’ dan Mas’ud, neraka adalah seburuk-buruknya tempat dan keadaan yang harus dihindari. Sehingga dalam kehidupan sehari-hari pun, mereka berusaha menghindari segala sesuatu yang dapat menjerumuskannya ke neraka. Bahkan saat melihat peristiwa dan kejadian sehari-hari yang sangat remeh pun mereka memaknainya sebagai bagian dari peringatan untuk menjaga diri.
Bagi orang-orang yang berfikir jernih dan berjiwa bersih, segala peristiwa dan kejadian merupakan tanda-tanda yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas zikir dan fikir. Tak heran ketika Rabi’ dan Mas’ud melihat api di bengkel pandai besi pun, bibir mereka langsung menggumamkan ayat tentang neraka. Ucapan merupakan ekspresi dari kondisi jiwa bersangkutan yang begitu mencerna dan menghayati kejadian di depannya, serta mengimajinasikan keadaan yang kelak bakal dihadapinya. Inilah jalan fikiran dan renungan yang berbeda dengan orang awam yang memikirkan suatu peristiwa dan kejadian hanya dengan logika, bukan sebagai tanda-tanda atau firasat.

EKSPRESI CINTA SHILAH

Oleh: Abdul Hakim El Hamidy (Pengasuh Majelis Cinta Ilahi)

Saat itu Ja’far bin Zaid sedang melakukan perjalanan bersama rombongan Shilah bin Asyim ke suatu tempat. Mereka telah tiba di suatu tempat dan mereka pun menginap di sana. Ketika mereka sampai di sana, waktu telah tiba pada sepertiga malam terakhir. Saat itulah Ja’far mengamati gerak gerik Shilah bin Asyim. Ia ingin tahu apa yang dilakukan oleh ulama yang tekun beribadah itu.
Tampak Shilah bin Asyim sedang melaksanakan shalat. Setelah itu ia berbaring tidur. Sementara itu orang-orang yang di rombongan sudah terlelap tidur. Saat orang-orang terlelap tidur, mendadak Shilah bin Asyim bangun. Ia kemudian masuk kererimbunan pohon. Ja’far pun tak ingin ketinggalan jejak Shilah. Diam-diam ia mengikuti Shilah.  Ia melihat Shilah berwudhu dan kemudian shalat malam.
Ja’far mengamati apa yang dilakukan Shilah. Tiba-tiba ketika Shilah masih shalat, datanglah seekor singa. Singa itu berjalan mendekati Shilah. Ja’far yang melihatnya menjadi takut dan segera naik ke atas pohon.  Sementara Shilah tetap khusyuk shalat tanpa menoleh ke arah singa. Ja’far mencemaskan keselamatan Shilah dan menyangka bakal di terkam oleh singa. Akan tetapi hal itu tak terjadi, yang terjadi adalah justru singa tersebut tak menerkan Shilah. Saat Shilah selesai shalat, ia berkata pada singa, “Binatang buas, carilah rezki di tempat lain.”
Singa tersebut pelan-pelan pergi menjauh. Ja’far heran tiada henti melihat peristiwa itu. setelah singa pergi, Shilah melanjutkan shalat malamnya hingga subuh tiba. Selesai shalat, Shilah duduk membaca puji-pujian kepada Allah Swt. Ja’far yang masih duduk di atas pohon, diam-diam turun dan mendekati tempat di mana Shalih melakukan shalat. Ja;far mendengar Shilah berdoa, “Allah, aku mohon kepada-Mu, lindungi aku dari api neraka-Mu. Pantaskah orang sepertiku meminta surga-Mu?”
Ia shalat dan berzikir hingga pagi tiba. Ketika semua orang terbangun, ia tetap tanpak seolah baru bangun dari tidur lelap. Tak ada yang mengetahui apa yang dilakukan Shilah kecuali Ja’far.
****
Kisah yang disampaikan Ja’far di atas menunjukkan bagaimanan ekspresi cinta seorang kekasih Allah. Ia berusaha menjaga hubungan cinta dengan-Nya dalam segala waktu dan keadaan, saat diam maupun bergerak. Ia tetap berusaha menjaga hubungan cinta dengan-Nya senantiasa.
Seorang kekasih tak hanya mengingat dan coba “berintim” dengan-Nya saat di rumahnya sendiri, tetapi juga menjaga kepercayaan cintanya ketika dalam bepergian dan rasa capek yang menghinggapi. Bahkan saat semua orang terlelap dalam tidurnya yang pulas, seorang pecina berusaha untuk mengalahkn rasa capek dan kantuk demi memuaskan dahaga rindunya melalui salat dan zikir malam.
Shilah memuaskan rindu yang menghunjam itu dengan syahdu dan khusyuk yang panjang, bahkan tak menyadari kedatangan seekor singa di dekatnya. Ekspresi cinta Shilah yang mendalam itulah yang hendaknya terlihat dalam perilaku bicara dan tindak kita kepada sesama, bahkan kepada binatang. Shilah tidak mengusir paksa singa yang mendekatinya, melainkan bicara dengan penuh wibawa.